Rabu, 30 November 2016

Filsafat Bukan Sekadar Latihan Semantik



Kadang-kadang dinyatakan bahhwa filsafat tidak lebih dari sekadar permainan kata-kata. Argumennya kira-kira sebagai berikut. Untuk mencapai langkah maju dalam berfilsafat, kita harus mampu memecahkan persoalan-persoalan tertentu yang belum terselesaikan. Solusi-solusi yang kita ajukan, pada gilirannya, mrnuntut kita mampu mendefinisikan kata-kata kunci yang menjadi gantungan persoalan-persoalan tersebut. Cepat atau lambat, jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan semacam “Apakah orang masih dapat hidup setelah tubuh fisiknya mati?” dan “Apakah pornografi merupakan salaahsatau bentuk seni yang sah?” akan sangat bergantung pada bagaimana kita mendefinisikan “manusia” dan “bentuk seni:. Namun, filsuf-filsuf yang berbeda sering mendefinisikan kata-kata kunci tertentu dari masalah tertentu secara berbeda pula, biasanya dengan cara yang mendukung pandangan mereka sendiri. Jika sekelompok filsuf percaya bahwa manusia masih dapat hidup setelah tubuhnya mati, maka mereka akan mendefinisikan  “manusia” dengan cara yang mendukung kemungkinan tersebut. Manusia, kata mereka mislanya, pada hakikatnya adalah suatu entitas rohani yang berbeda dari tubuh fisik. Pada akhirnya, diskusi tentang imortalitas akan berujung pada penegasan bahwa suatu definisi tertentu tentang “manusia” adalah definisi yang memadai. Oleh karena itulah, para skeptic menyimpulkan bahwa agaknya kita tidak akan memperoleh kemajuan apa pun dalam memecahkan persoalan tersebut, demikian juga dengan persoalan-persoalan filsafat lainnya.  
Argumentasi itu didasarkan pada asumsi yang salah. Bagi mereka yang ingin melecehkan suatu diskusi filosofos dengan menyatakan, “Hal ini sepenuhnya tergantung pada bagaimana Anda mendefinisikan kata-kata kuncinya,” maka jawaban terbaik adalah “ Memang demikianlah halnya.” Namun, itu tidak berarti bahwa dengan demikian diskusi harus berakhir di sini. Sebaliknya, justru diskusi baru mulai, Andaikan ada dua definisi yang saling bertentangan, pertanyaannya adalah “Apa sajakah alasan yang bisa dikemukakan untuk lebih mendukung definisi ini dan bukan defines itu?” Definisi seseorang tidak selalu sama baiknya dengan definisi orang lain. Diskusi lebih lanjut harus menentukan mana yang lebih memadai.
Jika kita menyatakan bahwa langkah kita berakhir pada saat kita mengajukan definisi kita masing-masing, kita mengandaikan bahwa semua definisi bersifat sewenang-wenang atau stipulatif. Namun, sebagian besar definisi dalam filsafat bersifat reportif atau reformatif atau kedua-duanya. Dan kedua jenis definisi itu perlu di uji dengan metode-metode yang baik dan benar. Sebelum definisi-definisi tersebut diuji, kemungkinan untuk terus maju masih tetap terbuka, yang harus diputuskan oleh hasil diskusi. Maka, pandangan filsafat hanyalah latihan semantic semata ternyata gagal untukmmenjadi tantangan serius bagi gagasan mengenai langkah maju dalam berfilsafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar